Hampir semua orang baik tua maupun muda mengenal dan mengonsumsi buah jeruk. Jeruk (Citrus Sp.) memang merupakan salah satu komoditi buah–buahan terpenting setelah pisang dan mangga, dan termasuk buah yang digemari untuk dikonsumsi dalam bentuk segar maupun olahan. Bahkan jeruk juga merupakan komoditas buah yang cukup menguntungkan, dimana mampu meningkatkan kesejahteraan petani dan menumbuhkembangkan perekonomian regional serta peningkatan pendapatan nasional.
Jika konsumen ditanya kriteria buah jeruk yang mereka sukai, jawaban yang akan kita peroleh tidak akan jauh dari rasa manis, tekstur lembut, harum, kadar jus tinggi dan jika bisa tanpa biji. Hal inilah yang membuat buah jeruk impor yang banyak dijumpai di semua tingkat pasar nasional lebih laris daripada jenis jeruk lokal, walaupun jeruk impor tersebut sering tidak lagi segar. Pada kenyataannya Indonesia memiliki banyak sekali jenis jeruk. Tiga diantaranya merupakan jeruk komersial yang sudah banyak dikenal oleh masyarakat sebagai jeruk konsumsi segar yaitu jeruk Siam, jeruk Keprok dan Pamelo.
Ketiga jenis jeruk tersebut memiliki potensi produktivitas tinggi karena kemampuan adaptasinya yang baik terhadap beberapa kondisi iklim di Indonesia. Namun ketiga jenis jeruk tersebut juga memiliki kualitas yang kurang jika dibandingkan dengan jeruk impor seperti jumlah biji yang cenderung banyak, kulit yang terkadang sulit dikupas dan warna buah kurang menarik, serta tidak tahan simpan dalam waktu yang lebih dari 2 minggu. Hal ini mengakibatkan jeruk-jeruk tersebut belum menjadi komoditas primadona pada negeri sendiri. Otomatis keadaan ini akan menjadi bumerang bagi agribisnis perjerukan di Indonesia apabila upaya perbaikan varietas jeruk baik kualitas dan hasil tidak segera dilakukan.
Perbaikan kualitas dapat dilakukan secara genetik melalui pemuliaan tanaman. Pemuliaan tanaman merupakan penerapan suatu metoda untuk mengeksploitasi potensi genetik tanaman. Tujuan pemuliaan tanaman adalah memaksimumkan hasil pada suatu kondisi lingkungan tertentu dalam suatu usaha budidaya pertanian dengan meminimalkan keluaran melalui peningkatan hasil, perbaikan kualitas hasil, ketahanan terhadap kendala biotik dan abiotik, pengubahan daur hidup, modifikasi keragaan tanaman serta pengadaptasian pada suatu cara pembudidayaan.
METODE PEMULIAAN TANAMAN JERUK TANPA BIJI
Banyak pakar membagi pemuliaan tanaman berdasarkan metode yang digunakan menjadi 2 yaitu pemuliaan konvensional dan non konvensional. Metode persilangan seksual merupakan bagian pemuliaan konvensional dan metode mutasi dan bioteknologi merupakan bagian pemuliaan non konvensional. Kedua metode tersebut memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Namun dalam pelaksanaannya pada program pemuliaan jeruk tanpa biji kedua metode tersebut dapat dipadukan untuk memperoleh hasil terbaik dan efisiensi waktu.
Kegiatan perbaikan varietas jeruk telah dimulai oleh Balitjestro dari tahun 2003 dengan 3 metode pemuliaan yaitu:
Perbaikan sifat utama jeruk (Seedless) melalui Induksi Mutasi Radiasi
Persilangan konvensional dengan embrio rescue
Peningkatan keragaman genetik melalui Fusi Protoplasma dan penggandaan kromosom (colchiploid) yang diseleksi secara individu
1. Perbaikan sifat utama jeruk (Seedless) melalui Induksi Mutasi Radiasi
Mutasi adalah suatu proses di mana suatu gen mengalami perubahan bahan struktur genetik baik gen tunggal atau sejumlah gen atau susunan kromosom yang terjadi secara spontan maupun secara buatan. Mutasi dibedakan menjadi dua yaitu mutasi spontan dan mutasi buatan. Mutasi spontan yaitu mutasi yang disebabkan oleh alam dan mutasi buatan merupakan mutasi karena kesengajaan perlakuan oleh manusia. Mutasi buatan dipertimbangkan sebagai sumber keragaman genetik untuk perbaikan buah, self compatibility, dan ketahanan terhadap hama penyakit.
Pemuliaan tanaman melalui mutasi telah banyak dilakukan adalah pada berbagai jenis buah-buahan termasuk jeruk. Sejak tahun 2002, Balitjestro telah melaksanakan program jeruk tanpa biji melalui pemuliaan mutasi. Tahap demi tahap dari pemuliaan mutasi ini telah dilalui. Tahapan yang pertama ialah sejumlah mata tunas jeruk Keprok dan Pamelo di-radiasi dengan sinar Gamma. Penyinaran menggunakan dosis kekuatan 20, 40 dan 60 gray yang dilakukan di BATAN (Badan Tenaga Atom Nasional).
Mata tunas yang telah di radiasi ditempel pada batang bawah jenis JC (Japansche Citroen). Pada tahap ini tanaman disebut M1V1. Kemudian tanaman M1V1 ini di seleksi berdasarkan kemampuan pertumbuhan hingga kualitas buah jeruk dan jumlah biji. Seleksi dilakukan dengan mengamati tiap cabang yang tumbuh dan dikelompokkan sesuai tingkat parameter seleksinya.
Mata tunas dari cabang tanaman jeruk yang terseleksi disambung kembali dengan batang bawah JC. Pada tahap ini, mata tunas yang tumbuh disebut M1V2. Tahapan ini dilakukan untuk mengetahui apakah karakter yang ditemukan pada saat M1V1 merupakan sifat yang menurun atau hanya chimera saja. Pada tahap ini seleksi dilakukan berdasarkan analisa secara sitogenetika dan genetik yaitu untuk mengetahui apakah perubahan yang terjadi terdapat pada lapisan sel, organ atau DNA dari masing-masing tanaman.
Berdasarkan pengamatan terhadap karakter buah dan rasa pada tanaman M1V2, saat ini telah terseleksi 18 aksesi kandidat seedless yang terdiri dari 14 tanaman mutan keprok Soe, 1 tanaman mutan Batu 55 dan 3 tanaman mutan pamelo Nambangan. Dari 18 aksesi tersebut, 5 aksesi diantaranya merupakan kandidat seedless yang telah panen sebanyak 3 kali dan sifat seedlesnya termasuk stabil. Untuk mengetahui daya hasil dan kualitas buah secara optimal, saat ini beberapa kandidat seedless tersebut telah ditanam di lapang untuk diobservasi lebih lanjut. Harapnnya pada tahun 2011 beberapa dari kandidat seedless tersebut telah bisa dilepas sebagai varietas baru dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat secara umum.
2. Persilangan konvensional dengan kultur embrio
Persilangan merupakan suatu cara untuk memindahkan sifat yang diinginkan dari tetua donor ke tetua penerimanya. Karena persilangan dapat meningkatkan keragaman genetik, maka persilangan menjadi komponen yang sangat penting dalam pemuliaan dan dasar dari perbaikan suatu organisme. Persilangan dimulai dengan pemilihan tetua berdasarkan sifat yang akan dimuliakan, selanjutnya diikuti dengan pengambilan tepung sari dari bunga jantan (emaskulasi). Meskipun persilangan merupakan tahapan yang sangat penting dalam pemuliaan, persilangan bukan merupakan pekerjaan yang sederhana karena setiap jenis tanaman secara alami mempunyai cara sendiri dalam penyerbukan dan adanya kendala–kendala alami dalam persilangan.
Pada tanaman jeruk, kendala yang biasa dihadapi adalah sebagai berikut:
Tingginya kerontokan buah (jeruk manis rontok sekitar 15% pada fase kuncup, 41% pada fase pertumbuhan buah muda fase selanjutnya sekitar 96–99%.
Rendahnya kemampuan pembentukan buah, seperti pada jeruk lemon hanya 45–50% dari bunga yang ada terbentuk menjadi buah.
Viabilitas tepung sari rendah sampai nol seperti pada jenis jeruk manis ‘WNO’. Sehingga embrio yang dihasilkan dari persilangan dapat mengalami keguguran.
Beberapa kendala yang ditemui pada tanaman jeruk ini, menyebabkan keberhasilan persilangan konvensional menjadi rendah karena populasi F1 (turunannya) sangat sedikit. Namun dengan aplikasi kultur embrio setelah 90 hari persilangan, dapat mengatasi kelemahan pada persilangan konvensional.
Kultur embrio merupakan salah satu teknologi somaklonal yang diaplikasi paling awal dalam pemuliaan tanaman dan telah digunakan dalam sejumlah keadaan untuk memperoleh hibrida intergenerik atau interspesifik. Dengan kultur embrio, suatu embrio dipisahkan dari biji yang sedang berkembang beberapa hari setelah pembuahan dan dibiakkan dalam medium cair atau padat dalam lingkungan yang terkendali untuk menghasilkan bibit tanaman yang dapat menghasilkan tanaman dewasa
Metode pemuliaan seperti diatas,persilangan yang diikuti oleh kultur embrio, telah dilakukan oleh Balitjestro sejak tahun 2006. Jenis jeruk yang disilangkan adalah Jeruk Siam X Jeruk Satsuma dan Jeruk Siam X Jeruk Manis Tujuan dari persilangan tersebut adalah diperolehnya jeruk unggul baru dengan sifat seedless, mudah dikupas dan memiliki warna kulit kuning. Saat ini Balitjestro telah memiliki 400 tanaman hasil persilangan-persilangan tersebut dengan umur 4 tahun. Sebagian tanaman saat ini telah berbuah namun belum matang, sehingga proses seleksi sesuai dengan sifat yang diinginkan belum dapat dilakukan.
Pemuliaan tanaman jeruk melalui persilangan telah banyak dilakukan di dunia dan telah menghasilkan banyak sekali varietas unggul seperti ORLANDO dan MINNEOLA [Dancy tangerine dan Duncan grapefruit]; PAGE [Minneola x Clementine]; ROBINSON, LEE, OSCEOLA dan NOVA [Orlando tangerine x Clementine mandarin]; MURCOTT tangor [Citrus reticulata Blanco x Citrus sinensis (L.) Osb.]; SUNBURST [Robinson x Osceola]; FALLGLO [Bower x Temple]; AMBERSWEET [Clementine x Orlando]; FAIRCHILD [Clementine x Orlando tangelo]; KIYOMI [‘Miyagawa Wase’ satsuma x ‘Trovita’]; AMAKUSA mandarin [Kiyomi x Okitsu wase14]; ‘SWEET SPRING’ [‘Ueda’ satsuma x ‘Hassaku’]; WILKING [Willow Leaf x King]; KINEY [King x Duncan]; GOLD NUGGET [Wilking x Kiney]; ENCORE [King mandarin x Willow Leaf mandarin]; MIKAN NORIN 9 [Encore x Nakano 3 Ponkan]; Citranges [C. sinensis x Poncirus trifoliata); Citrumelos (C. paradisi x P. trifoliata).
3. Peningkatan keragaman genetik melalui Fusi Protoplasma dan penggandaan kromosom (colchiploid) yang diseleksi secara individu
Kegiatan pemuliaan tidak akan dapat bekerja jika tidak ada keragaman genetik. Keragaman genetik tersebut dapat diperoleh melalui plasma nutfah yang tersedia ataupun diciptakan melalui berbagai teknik. Dua teknik yang biasa digunakan oleh para pemulia tanaman jeruk untuk tujuan diatas adalah fusi protoplasma dan penggandaan kromosom (colchiploid). Tanaman yang normal bersifat diploid (jumlah kromosom 2N), sedangkan tanaman yang tingkat kromosomnya lebih dari 2N disebut sebagai poliploid. Kedua teknik tersebut dilakukan untuk menciptakan tanaman dengan tingkat ploidi (1 untai kromosom) lebih dari 2N. Harapannya adalah tanaman dengan kromosom diatas 2N dapat memiliki sifat seedless (3N) ataupun menjadi tetua untuk menghasilkan tanaman seedless (jika 4N dapat dikawinkan dengan 2N menghasilkan 3N; jika 6N dapat di haploidisasi jadi 3N). Bagaimana hal tersebut dapat terjadi?
Teknik fusi protoplama ialah penggabungan antara 2 genotip (masing-masing 2N) tanaman pada tingkat sel secara in vitro. Jika pencampuran sesuai dengan teori fusi protoplasma maka bisa diperoleh tanaman baru dengan tingkat ploidi lebih dari 2N. Untuk mengetahui tingkat ploidi setelah fusi dilakukan melalui pengamatan terhadap jumlah kromosom. Dan jika fusi telah berhasil, tanaman yang tumbuh akan memiliki kecenderung ukuran lebih besar, daunnya lebih tebal dan dapat mempunyai tanggapan yang berbeda terhadap lingkungan. Untuk mengetahui sifat seedless dilakukan setelah tanaman berbuah.
Pada teknik kedua peningkatan ploidi dapat juga dilakukan dengan menggunakan senyawa colchisine. Colchisine ini sebetulnya adalah suatu senyawa yang berasal dari biji dan rhizoma dari Colchicum automnale. Senyawa ini bekerja dengan cara merusak pembentukan gelendong saat terjadi pembelahan sel sehingga kromosom-kromosom anakan tetap dalam sel yang sama. Dengan cara demikian maka terjadi duplikasi atau penggandaan kromosom sehingga ploidi tanaman dari 2N bisa menjadi 4N.
Pemanfaatan senyawa ini pada program jeruk tanpa biji yang telah dilakukan oleh Balitjestro dari tahun 2007, dimaksudkan untuk mendapatkan tanaman jeruk dengan ploidi 4N. Tanaman ini nantinya akan digunakan sebagai tetua persilangan dengan jenis jeruk normal diploid (2N). Sebagaimana sifat dari suatu metode persilangan, maka turunan pertamanya akan memiliki tingkat ploidi 3N dengan sifat tanpa biji.
Populasi tanaman jeruk hasil fusi protoplasma dan colchiploid di Balitjestro saat ini telah berumur 3 tahun. Sebagian tanaman telah mulai memasuki fase generatif (belajar berbuah). Pada tahun ini dan tahun-tahun ke depan diharapkan telah diketahui karakter dasar dari setiap tanaman untuk program jeruk tanpa biji selanjutnya.
PROSES SELEKSI PADA PEMULIAAN TANAMAN JERUK
Proses perbaikan kualitas jeruk dari awal hingga menghasilkan varietas jeruk unggul membutuhkan waktu yang cukup lama di bandingkan dengan tanaman semusim lainnya. Hal ini disebabkan proses seleksi yang harus dilewati selama program perbaikan/pemuliaan. Seleksi tanaman merupakan salah satu tahapan dalam pemuliaan tanaman yaitu dengan memilih sifat terbaik dari suatu populasi hasil pemuliaan. Pada komoditas jeruk, seleksi yang sering dilakukan adalah seleksi individu dimana seleksi ini merupakan seleksi awal terhadap karakter setiap individu tanaman. Dasar pemilihan dalam seleksi adalah penampilan morfologi tanaman dengan harapan sifat-sifat gen yang terkandung didalamnya merupakan sifat yang unggul.
Seleksi suatu sifat akan menghasilkan sifat-sifat yang berkolerasi positif dengan sifat yang diseleksi. Dalam rangka menghasilkan varietas jeruk tanpa biji, seleksi yang dilakukan lebih difokuskan kepada jumlah biji buah per tanaman. Seleksi kedua adalah terhadap rasa dari buah-buah tersebut. Seleksi tanaman buah hasil pemuliaan biasanya dilakukan secara bertahap disesuaikan pada setiap fase pertumbuhan tanaman seperti fase bibit, vegetatif dewasa dan fase generatif. Keberhasilan suatu kegiatan pemuliaan tanaman jeruk dikatakan berhasil jika seleksi di semua fase dapat dilakukan, bahkan seleksi pada fase generatif perlu dilakukan berkali-kali (± 5 kali) hingga sifat yang diinginkan tersebut stabil. Setelah sifat tersebut dinyatakan stabil, maka perbanyakan benih/bibit secara vegetatif baru dapat dilakukan.
(Sumber: http://balitjestro.litbang.deptan.go.id/id/599.html)